Perintah dan Hukum Memakai Jilbab Bagi Wanita Muslim
Hukum Islam – Apakah kita sebagai wanita muslim
wajib memakai jilbab dan Bagaimana hukum memakai jilbab? Mungkin pertanyaan itu
yang muncul dalam benak wanita muslim. Apalagi dewasa ini banyak wanita
kebanyakan tidak memakai jilbab. Berikut penjelasan Perintah dan Hukum dasar memakai jilbab Bagi Wanita Muslim.
Apakah kita pernah mendengar dalam ceramah agama. Dalm
ceramahnya ada yang mengatakan seorang wanita yang tidak memakai jilbab,
jangankan masuk surga, bau surganya saja tidak diizinkan Allah.
Subhanaalah apakah kita sebagai wanita muslim tidak menyadari
kalimat di atas ini adalah suatu ancaman bagi wanita muslim. Mari kita
perhatikan sepenggal cerita dibawah ini
Hukum
Memakai Jilbab
Salah seorang perempuan cerdik & shalihah Ummu Abdillah
Al-Wadi’iyah berkata: “Sungguh, musuh-musuh Islam telah mengetahui bahwa
keluarnya kaum perempuan dgn mempertontonkan aurat adalah sebuah gerbang
diantara gerbang-gerbang menuju kejelekan & kehancuran. Dan dgn hancurnya
mereka maka hancurlah masyarakat. Oleh karena itulah mereka sangat bersemangat
mengajak kaum perempuan supaya rela menanggalkan jilbab & rasa malunya…”
(Nasihati li Nisaa’, hal. 91)
Beliau juga mengatakan: “Sesungguhnya persoalan tabarruj
(mempertontonkan aurat) bukan masalah ringan karena hal itu tergolong perbuatan
dosa besar.” (Nasihati li Nisaa’, hal. 95)
Allah ta’ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian utk menutup auratmu & pakaian indah utk perhiasan. & pakaian
takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS.
Al-A’raaf: 26)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang aurat,
maka beliau bersabda, “Jagalah auratmu, kecuali dari (penglihatan) suamimu atau
budak yang kau punya.” Kemudian beliau ditanya, “Bagaimana apabila seorang
perempuan bersama dgn sesama kaum perempuan ?” Maka beliau menjawab, “Apabila
engkau mampu utk tak menampakkan aurat kepada siapapun maka janganlah kau
tampakkan kepada siapapun.” Lalu beliau ditanya, “Lalu bagaimana apabila salah
seorang dari kami (kaum perempuan) sedang bersendirian ?” Maka beliau menjawab,
“Engkau lebih harus merasa malu kepada Allah daripada kepada sesama manusia.”
(HR. Abu Dawud [4017] & selainnya dgn sanad hasan, lihat Fiqhu Sunnah li
Nisaa’, hal. 381)
Baca juga : Kenalan sama alam kubur
Baca juga : Kenalan sama alam kubur
Perintah Berjilbab
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu & isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
utk dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Ayat yang
disebut dgn ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Nya agar menyuruh
kaum perempuan secara umum dgn mendahulukan istri & anak-anak perempuan
beliau karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada perempuan
yang lainnya, & juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh orang lain
utk mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dgn keluarganya sendiri sebelum
menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang
artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian & keluarga
kalian dari api neraka.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 272)
Abu Malik berkata: “Ketahuilah wahai saudariku muslimah, bahwa
para ulama telah sepakat wajibnya kaum perempuan menutup seluruh bagian
tubuhnya, & sesungguhnya terjadinya perbedaan pendapat –yang teranggap-
hanyalah dlm hal menutup wajah & dua telapak tangan.” (Fiqhu Sunnah li
Nisaa’, hal. 382)
Perintah Mengenakan Jilbab/Hijab Khusus utk
Isteri Nabi?
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: “Ada segolongan orang yang
mengatakan bahwa hijab (jilbab) adalah dikhususkan utk para isteri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab Allah berfirman (yang artinya): “Wahai
para isteri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan lain, jika kalian bertakwa.
Maka janganlah kalian melembutkan suara karena akan membangkitkan syahwat orang
yang di dlm hatinya tersimpan penyakit. Katakanlah perkataan yang baik-baik
saja.” (QS. Al-Ahzab: 32) Maka jawabannya adalah: Sesungguhnya kaum perempuan dari
umat ini diharuskan utk mengikuti isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
‘ala aalihi wa sallam kecuali dlm perkara yang dikhususkan oleh dalil. Syaikh
Asy-Syinqithi mengatakan di dlm Adhwa’ul Bayan (6/584) tatkala menjelaskan
firman Allah: “Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (isteri Nabi) maka
mintalah dari balik hijab, yang demikian itu akan lebih membersihkan hati
kalian & hati mereka…” (QS. Al-Ahzab: 53) Alasan hukum yang disebutkan
Allah dlm menetapkan ketentuan ini yaitu mewajibkan penggunaan hijab karena hal
itu lebih membersihkan hati kaum lelaki & perempuan dari godaan nafsu di
dlm firman-Nya, “yang demikian itu lebih membersihkan hati mereka & hati
kalian.” merupakan suatu indikasi yang sangat jelas yang menunjukkan maksud
keumuman hukum. Dengan begitu tak akan ada seorangpun diantara seluruh umat
Islam ini yang berani mengatakan bahwa selain isteri-isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam tak membutuhkan kebersihan hati kaum perempuan
& kaum lelaki dari godaan nafsu dari lawan jenisnya…” “Beliau berkata:
“Dengan keterangan yang sudah kami sebutkan ini maka anda mengetahui bahwa ayat
yang mulia ini menjadi dalil yang sangat jelas yang menunjukkan bahwa wajibnya
berhijab adalah hukum umum yang berlaku bagi seluruh kaum perempuan, tak khusus
berlaku bagi para isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam
saja, meskipun lafal asalnya memang khusus utk mereka, karena keumuman sebab
penetapan hukumnya menjadi dalil atas keumuman hukum yang terkandung di
dalamnya. Dengan itu maka anda mengetahui bahwa ayat hijab itu berlaku umum
karena keumuman sebabnya. Dan apabila hukum yang tersimpan dlm ayat ini
bersifat umum dgn adanya indikasi ayat Al-Qur’an maka ketahuilah bahwa hijab
itu wajib bagi seluruh perempuan berdasarkan penunjukan Al Qur’an.” (Nasihati
li Nisaa’, hal. 94-95)
Hakikat Jilbab
Di dlm kamus dijelaskan bahwa jilbab adalah gamis (baju kurung
panjang, sejenis jubah) yaitu baju yang bisa menutup seluruh tubuh & juga
mencakup kerudung serta kain yang melapisi di luar baju seperti halnya kain
selimut/mantel (lihat Mu’jamul Wasith, juz 1, hal. 128, Al Munawwir, cet ke-14
hal.199)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Yang dimaksud
jilbab adalah pakaian yang berada di luar lapisan baju yaitu berupa kain semacam
selimut, kerudung, selendang & semacamnya.” (Taisir Karimir Rahman, hal.
272)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Jilbab adalah selendang yang
dipakai di luar kerudung. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Mas’ud, Abu
‘Ubaidah (di dlm Maktabah Syamilah tertulis ‘Ubaidah, saya kira ini adalah
kekeliruan, -pent), Qatadah, Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim
An-Nakha’i, Atha’ Al Khurasani & para ulama yang lain. Jilbab itu berfungsi
sebagaimana pakaian yang biasa dikenakan pada masa kini (di masa beliau, pent).
Sedangkan Al Jauhari berpendapat bahwa jilbab adalah kain sejenis selimut.”
(Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah)
Baca Juga : HUKUM MEMASANG FOTO TANPA JILBAB ATAU MEMBUKA AURAT DI MEDIA SOSIAL
Baca Juga : HUKUM MEMASANG FOTO TANPA JILBAB ATAU MEMBUKA AURAT DI MEDIA SOSIAL
Syarat-Syarat Busana Muslimah
Para ulama mempersyaratkan busana muslimah berdasarkan
penelitian dalil Al-Qur’an & As-Sunnah sebagai berikut:
Harus menutupi seluruh tubuh, hanya saja ada perbedaan pendapat
dlm hal menutup wajah & kedua telapak tangan. Dalilnya adalah QS. An-Nuur :
31 serta QS. Al-Ahzab : 59. Sebagian ulama memfatwakan bahwa diperbolehkan
membuka wajah & kedua telapak tangan, hanya saja menutupnya adalah sunnah
& bukan sesuatu yang wajib.
Pakaian itu pada hakikatnya bukan dirancang sebagai perhiasan.
Dalilnya adalah ayat yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang bisa tampak.” (QS. An-Nuur : 31) Sebagian perempuan
yang komitmen terhadap syari’at mengira bahwa semua jilbab selain warna hitam
adalah perhiasan. Penilaian itu adalah salah karena di masa Nabi sebagian
sahabiyah pernah memakai jilbab dgn warna selain hitam & beliau tak menyalahkan
mereka. Yang dimaksud dgn pakaian perhiasan adalah yang memiliki berbagai macam
corak warna atau terdapat unsur dari bahan emas, perak & semacamnya.
Meskipun begitu penulis Fiqhu Sunnah li Nisaa’ berpendapat bahwa mengenakan
jilbab yang berwarna hitam itu memang lebih utama karena itu merupakan
kebiasaan para isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pakaian itu harus tebal, tak boleh tipis supaya tak
menggambarkan apa yang ada di baliknya. Dalilnya adalah hadits yang
menceritakan dua golongan penghuni neraka yang salah satunya adalah para
perempuan yang berpakaian tapi telanjang (sebagiamana tercantum dlm Shahih
Muslim) Maksud dari hadits itu adalah para perempuan yang mengenakan pakaian
yang tipis sehingga justru dapat menggambarkan lekuk tubuh & tak menutupinya.
Walaupun mereka masih disebut orang yang berpakaian, namun pada hakikatnya
mereka itu telanjang.
Harus longgar, tak boleh sempit atau ketat karena akan
menampakkan bentuk atau sebagian dari bagian tubuhnya. Dalilnya adalah hadits
Usamah bin Zaid yang menceritakan bahwa pada suatu saat beliau mendapat hadiah
baju yang tebal dari Nabi. Kemudian dia memberikan baju tebal itu kepada
isterinya. Namun karena baju itu agak sempit maka Nabi menyuruh Usamah agar
isterinya mengenakan pelapis di luarnya (HR. Ahmad, memiliki penguat dlm
riwayat Abu Dawud) Oleh sebab itu hendaknya para perempuan masa kini yang gemar
memakai busana ketat segera bertaubat.
Tidak perlu diberi wangi-wangian. Dalilnya adalah sabda Nabi:
“Perempuan manapun yang memakai wangi-wangian kemudian berjalan melewati
sekelompok orang agar mereka mencium keharumannya maka dia adalah perempuan
pezina.” (HR. An-Nasa’i, Abu Dawud & Tirmidzi dari sahabat Abu Musa
Al-Asy’ari) Bahkan Al-Haitsami menyebutkan bahwa keluarnya perempuan dari rumahnya
dgn memakai wangi-wangian & bersolek adalah tergolong dosa besar, meskipun
dia diizinkan oleh suaminya.
Tidak boleh menyerupai pakaian kaum lelaki. Dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu’anhuma, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat kaum laki-laki yang sengaja menyerupai kaum perempuan & kaum
perempuan yang sengaja menyerupai kaum laki-laki.” (HR. Bukhari &
lain-lain) Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat lelaki yang mengenakan pakaian perempuan
& perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud & Ahmad
dgn sanad sahih)
Tidak boleh menyerupai pakaian khas perempuan kafir. Ketentuan
ini berlaku juga bagi kaum lelaki. Dalilnya banyak sekali, diantaranya adalah
kejadian yang menimpa Ali. Ketika itu Ali memakai dua lembar baju mu’ashfar.
Melihat hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini adalah
pakaian kaum kafir. Jangan kau kenakan pakaian itu.” (HR. Muslim, Nasa’i &
Ahmad)
Bukan pakaian yang menunjukkan ada maksud utk mencari
popularitas. Yang dimaksud dgn libas syuhrah (pakaian popularitas) adalah:
Segala jenis pakaian yang dipakai utk mencari ketenaran di hadapan orang-orang,
baik pakaian itu sangat mahal harganya –untuk memamerkan kakayaannya- atau
sangat murah harganya –untuk menampakkan kezuhudan dirinya- Ibnu ‘Umar
radhiyallahu’anhuma mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang memakai busana popularitas di dunia maka Allah akan
mengenakan busana kehinaan pada hari kiamat, kemudian dia dibakar api di
dalamnya.” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah dgn sanad hasan lighairihi)
(syarat-syarat ini diringkas dgn sedikit perubahan dari Fiqhu Sunnah li Nisaa’,
hal. 382-391)
Baca Juga :Hari Gini Pacaran Gak ML...? Apa Kata Dunia....! >> STOP PACARAN ! JAUHI ZINA !
Baca Juga :Hari Gini Pacaran Gak ML...? Apa Kata Dunia....! >> STOP PACARAN ! JAUHI ZINA !
Siapa Saja Yang Boleh Melepaskan Jilbab?
Allah ta’ala berfirman,
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاتِي لا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid
& mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dgn tak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, &
berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60)
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: “Yang dimaksud dgn
Al-Qawa’id adalah perempuan-perempuan tua, maka kandungan ayat ini menunjukkan
bolehnya perempuan tua yang sudah tak punya hasrat menikah utk melepaskan
pakaian mereka.”
Imam Asy-Syaukani mengatakan: “Yang dimaksud dgn perempuan yang
duduk (Al-Qawa’id) adalah kaum perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan
(menopause). Akan tetapi pengertian ini tak sepenuhnya tepat. Karena terkadang
ada perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan sementara pada dirinya masih
cukup menyimpan daya tarik.” … “Sesungguhnya mereka (perempuan tua) itu
diizinkan melepasnya karena kebanyakan lelaki sudah tak lagi menaruh perhatian
kepada mereka. Sehingga hal itu menyebabkan kaum lelaki tak lagi berhasrat utk
mengawini mereka maka faktor inilah yang mendorong Allah Yang Maha Suci
membolehkan bagi mereka (perempuan tua) sesuatu yang tak diizinkan-Nya kepada
selain mereka. Kemudian setelah itu Allah masih memberikan pengecualian pula
kepada mereka. Allah berfirman: “dan bukan dlm keadaan mempertontonkan
perhiasan.” Artinya: tak menampakkan perhiasan yang telah diperintahkan utk
ditutupi sebagaimana tercantum dlm firman-Nya, “Dan hendaknya mereka tak
menampakkan perhiasan mereka.” Ini berarti: mereka tak boleh sengaja
memperlihatkan perhiasan mereka ketika melepas jilbab & sengaja
mempertontonkan keindahan atau kecantikan diri supaya kaum lelaki memandangi
mereka…” (dinukil dari Nasihati li Nisaa’, hal. 87-88)
Syaikh Abu Bakar Al-Jaza’iri berkata: “Al-Qawa’idu minan nisaa’
artinya: kaum perempuan yang terhenti haidh & melahirkan karena usia mereka
yang sudah lanjut.” (Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah)
Syaikh As-Sa’di berkata: “Al-Qawa’idu minan nisaa’ adalah para perempuan yang sudah tak menarik utk dinikmati & tak menggugah syahwat.” (Taisir Karimir Rahman, Makbatah Syamilah) Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan Sa’id bin Jubair, Muqatil bin Hayan, Qatadah & Adh-Dhahaak bahwa makna Al-Qawa’idu minan Nisaa’ adalah: perempuan yang sudah terhenti haidnya & tak bisa diharapkan melahirkan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Adapun yang dimaksud dgn pakaian yang boleh dilepas dlm ayat ini adalah kerudung, jubah, & semacamnya (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah)
Meskipun demikian Allah menyatakan: “dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.” (QS. An-Nuur: 60) Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri menjelaskan: Artinya tak melepas pakaian tersebut (kerudung & semacamnya) adalah lebih baik bagi mereka daripada mengambil keringanan.” (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah).
Baca Juga : Gambaran Bidadari Surga Menurut Islam
Syaikh As-Sa’di berkata: “Al-Qawa’idu minan nisaa’ adalah para perempuan yang sudah tak menarik utk dinikmati & tak menggugah syahwat.” (Taisir Karimir Rahman, Makbatah Syamilah) Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan Sa’id bin Jubair, Muqatil bin Hayan, Qatadah & Adh-Dhahaak bahwa makna Al-Qawa’idu minan Nisaa’ adalah: perempuan yang sudah terhenti haidnya & tak bisa diharapkan melahirkan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Adapun yang dimaksud dgn pakaian yang boleh dilepas dlm ayat ini adalah kerudung, jubah, & semacamnya (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah)
Meskipun demikian Allah menyatakan: “dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.” (QS. An-Nuur: 60) Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri menjelaskan: Artinya tak melepas pakaian tersebut (kerudung & semacamnya) adalah lebih baik bagi mereka daripada mengambil keringanan.” (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah).
Baca Juga : Gambaran Bidadari Surga Menurut Islam
Penulis: Ust. Abu
Mushlih Ari Wahyudi,
sumber: www.muslimah.or.id
sumber: www.muslimah.or.id
Baca Juga :DI SIKSA KARENA FOTO DI FACEBOOK (KISAH NYATA)
keyword : Perintah dan Hukum dasar memakai jilbab Bagi Wanita Muslim,Perintah dasar memakai jilbab Bagi Wanita Muslim,Perintah Hukum dasar memakai jilbab untuk Wanita Muslim.
Perintah dan Hukum dasar Memakai Jilbab
4/
5
Oleh
Restu