Buat Aplikas Mudah

Untuk Kalian Yang Mau Membuat Aplikasi Simple dan Bisa Menghasilkan, Coba Buat Disini
Klik Server1 Di bawah ini :
SERVER 1
Yang terbaru Aplikasinnya Klik Server2 ini
SERVER 2
Cara Download klik Server 1 atau 2, Tunggu 5 detik lalu Skip add dan tunggu sebentar atau klik this link.

Join di Anonymous Ads dapatkan BitCoin dengan mudah di Advertise with Anonymous Ads

Sunday, 16 April 2017

Dicintai Allah SWT

Dicintai Allah SWT
Ingin Dicintai Allah Subhaanahu wata’ala
Andai di dunia ini tidak ada cinta, maka hidup akan serasa gersang, hampa, dan tidak ada dinamika. Cinta bisa membuat sesuatu yang berat menjadi ringan, yang sulit menjadi sederhana, permusuhan menjadi perdamaian, dan yang jauh menjadi dekat. Itulah gambaran kekuatan cinta.
Cinta, dilihat dari sudut manapun selalu menarik untuk dibahas. Sejarah mencatat, sejumlah seniman, teolog, sampai filsuf membicarakan cinta dari berbagai perspektifnya, baik dalam bentuk roman, puisi, syair, bahkan sampai dalam bentuk tulisan ilmiah yang bernuansa teologis, fenomenologis, psikologis, ataupun sosiologis.
Filsuf sekaliber plato bahkan pernah mengatakan:
Siapa yang tidak terharu oleh cinta, berarti berjalan dalam gelap gulita.
Pernyataan ini menggambarkan betapa besar perhatian plato pada masalah cinta, sampai-sampai ia menyebut orang yang tidak tertarik untuk membicarakannya sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan
Peranan cinta dalam kehidupan tidak diragukan lagi pentingnya. Cinta diyakini sebagai dasar dari perdamaian, keharmonisan, kententraman, kebahagiaan, bahkan kebangkitan peradaban. Namun, apa sesungguhnya cinta itu? Diakui, problem yang dihadapi saat membicarakan cinta biasanya adalah persoalan definisi. Belum pernah ditemui suatu rumusan tentang cinta yang singkat, padat dan mewakili pemahaman akan hakikat cinta secara tepat.
Jalauddin Rumi pernah mengatakan bahwa cinta itu misteri, tidak ada kata-kata yang bisa mewakili kedalamannya.
Cinta tak dapat termuat dalam pembicaraan atau pendengaran kita,
Cinta adalah sebuah samudera yang kedalamannya tak terukur…
Cinta tak dapat ditemukan dalam belajar dan ilmu pengetahuan, buku-buku dan lembaran-lembaran halaman.
Apapun yang orang bicarakan itu, bukanlah jalan para pecinta.
Apapun yang engkau katakan atau dengar adalah kulitnya;
Intisari cinta adalah misteri yang tak dapat kau buka!
Cukuplah! Berapa banyak lagi kau akan lengketkan kata-kata di lidahmu?
Cinta memiliki banyak pernyataan melampaui pembicaraan…
Oleh sebab itu, kita tidak akan mendefinisikan cinta, karena khawatir mereduksi kedalamannya. Biarlah cinta berbicara dlam perbuatan kita. Di sini, kita akan mencoba mencermati unsur-unsur yang selalu ada dalam cinta.
Eric fromm, murid kesayangannya Sigmund Freud menyebutkan empat unsur yang harus ada dalam cinta, yaitu:
1.    Care (perhatian). Cinta harus melahirkan perhatian pada objek yang dicintai. Kalau kita mencintai diri sendiri, maka kita akan memperhatikan kesehatan dan kebersihan diri. Kalau kita mencintai orang lain, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang dihadapi orang tersebut dan akan berusaha meringankan bebannya. Kalau kita mencintai Allah, kita akan benar-benar memperhatikan hal-hal apa saja yang diridhai atau dibenci oleh-Nya.
2.    Responsibility (tanggung jawab). Cinta harus melahirkan sikap bertanggungjawab terhadap objek yang dicintai. Orang tua yang mencintai anaknya, akan bertanggung jawab akan kesejahteraan material, spiritual, dan masa depan anaknya. Suami yang mencintai isterinya, akan bertanggung jawab akan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangganya. Karyawan yang mencintai perusahaannya, akan bertanggung jawab pada kemajuan perusahaannya. Orang yang mencintai Tuhannya, akan bertanggung jawab untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Itulah Responsibility.
3.    Respect (hormat). Cinta harus melahirkan sikap menerima objek yang dicintai apa adanya. Kelebihannya kita syukuri, kekurangannya kita terima dan perbaiki, sehingga kita selalu berikhtiar agar tidak mengecewakannya. Inilah yang disebut respect.
4.    Knowledge (pengetahuan). Cinta harus melahirkan minat untuk memahami seluk beluk objek yang dicintai. Kalau kita mencintai seorang wanita atau pria untuk dijadikan isteri atau suami, kita harus berusaha memahami kepribadian, latar belakang keluarga, minat, dan ketaatan beragamanya. Kalau kita mencintai Tuhan, maka harus berusaha memahami ajaran-ajaran-Nya.
Kalau empat unsur ini ada dalam kehidupan kita, Insya Allah hidup ini akan bermakna. Apapun yang kita lakukan, kalau berbasiskan cinta pasti akan terasa ringan. Karena itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Tidak sempurna iman seseorang kalau dia belum mencintai orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. “Cintai olehmu makhluk yang ada di muka bumi, pasti Allah akan mencintaimu”. (H.R. Muslim)
Cinta manusia kepada Allah adalah puncak cinta manusia yang bening dan jernih. Cinta sebagai mediator untuk mengikat atau menghubungkan hamba dengan Allah. Adanya kerinduan ingin bertemu dengan Allah dan kerinduan kepada-Nya tidak hanya berkomunikasi dalam bentuk shalat, do’a, dzikir, dan membaca Al Qur’an saja, melainkan seluruh tingkah laku dan tindakannya ditujukan kepada Allah yang satu “La ilaha illallah”. Rasulullah adalah orang yang patut dijadikan uswah atau teladan dalam mengaktualisasikan cinta kepada Allah.
“Katakanlah: jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran [3]:31)
Cintanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya terekspresikan dalam bentuk ketaatan, penghormatan, dan pengagungan kepada-Nya. Tidak salah kita mencintai harta, wanita, kedudukan, kekayaan, orang tua, dan anak. Yang salah adalah cinta kita terhadap mereka sampai melupakan sang Khalik.
“Katakanlah: ‘jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.:’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S. At Taubah [9]: 24)
Orang yang cinta kepada Allah menjadi tidak sabar dan resah bila tidak memenuhi kehendaknya. Tidak bisa tenang bersama yang lain kecuali bersama Allah, tidak menyebut-nyebut yang lain kecuali menyebut-nyebut dan mengingat-ingat-Nya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali Imran[3]: 190-191)
Ketika seseorang dipenuhi rasa cinta pada Allah, dengan penuh kesadaran ia akan menerima ketentuan Allah, baik suka ataupun duka. Bila sudah demikian keadaan seorang hamba, Allah pasti akan memberikan percikan-percikan cahaya, memberikan ketenangan ke dalam hatinya karena cinta Allah yang  maha Rahman dan Rahim, Yang Maha memberikan cahaya, dan cahanya-Nya meliputi alam semesta, “cahaya di atas cahaya”.
Menurut Ibnu Sina, bila seseorang sudah mencapai klimaks cinta kepada Allah, maka akan bersemayam di dalam dirinya sifat-sifat berikut:
1.    Selalu bergembira dan mudah tersenyum bila bertemu sesama.
2.    Pemurah, sehingga tidak berbekas lagi kecintaan pada dunia
3.    Berani, karena yakin Allah sebagai tempat berlindung
4.    Pemaaf, sebagai konsekuensi dari hatinya yang sudah dipenuhi cinta kepada Allah
5.    Selalu lapang dada, karena melihat keagungan Allah yang terbentang di alam luas, melihat substansi dari setiap fenomena-fenomena yang tersaksikan, sehingga menimbulkan kecintaan yang semakin mendalam kepada Allah. Di manapun berada, ia selalu merasakan bahwa Allah selalu melihatnya dan selalu hadir bersamanya. Ke manapun ia menghadap, di situ ada “Wajah Allah”.
“Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah maha luas (rahmat-Nya) lagi maha mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 115)
“Apabila Aku mencintainya, maka Aku merupakan pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan untuk memegang, dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada-ku niscaya Aku mengabulkannya, seandainya ia berlindung diri kepada-Ku niscaya Aku melindunginya.” (H.R. Bukhari)
Cinta kepada Allah menjadi sumber energi kehidupannya dan mampu menempatkan cintanya kepada yang lain secara proporsional dengan berada dalam koridor yang dicintai Allah. Hal tersebut akan terefleksikan dengan mencintai sesama manusia, flora, fauna, bahkan pada semua makhluk Allah di alam semesta.
“Tidak sempurna iman seseorang kalau ia belum mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Cintailah olehmu makhluk yang ada di muka bumi, pasti Allah akan mencintaimu.” (H.R. Muslim)
Cinta kepada Allah dan cinta kepada seluruh makhluk yang bersumber dan bermuara pada kecintaan terhadap Allah Subhaanahu wata’ala sebagai sumber segala sesuatu, itulah yang dinamakan cinta sejati. Demikian nasihat Jalaludin Rumi.
Supremasi kebahagiaan tertinggi adalah kalau kita mampu mencintai orang lain denga tulus tanpa pamrih, mencintai diri sendiri secara proporsional, mencintai Allah Subhaanahu wata’ala dengan penuh loyalitas, dan selalu merasa dicintai-Nya. Inginkan hidup kita bermakna?
[Agenda Percikan Iman 2004, Aam Amiruddin]


Related Posts

Dicintai Allah SWT
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.